Kamis, 04 November 2010

Halusinasi


BAB I
PANDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang meliputi bidang ekonomi, tehnologi, sosial dan budaya serta bidang bidang yang lain telah memawa pengaruh yang besar bagi manusia itu sendiri. Kahidupan yang sulit dan komplek dengan meningkatnya kebutuhan menyebabkan bertambahnya stressor psikososial telah menyebabkan manusia tidak mampu menghindari tekanan tekanan hidup yang dialami. Menurut WHO pada tahun 2001 kira–kira 450 juta orang dewasa dari populasi dunia mengalami gangguan jiwa (Admin, 2007).
Salah satu gejala psikosis yang dialami penderita gangguan jiwa adalah halusinasi yang merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi
terjadi (Maramis, 2005).
Halusinasi merupakan persepsi sensorik penglihatan, sentuh, pendengaran, penghidu / pengecap tanpa rangsang luar (Dorland, 1998). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), 70% halusinasi adalah halusinasi auditorik, 20% halusinasi visual, 10% halusinasi pengecapan, taktil dan penciuman.
Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai halusinasi dan analisa film yang telah kami lihat pada makalah ini.
B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan   Umum
Untuk  memperoleh gambaran yang nyata tentang pelaksanaan Askep pada klien dengan halusinasi.
2.    Tujuan Khusus
·      Mengetahui pengertian halusinasi
·      Mengetahui penyebab halusinasi
·      Mengetahui tanda dan gejala halusinasi
·      Mengetahui jenis halusinasi
·      Mengetahui tahapan halusinasi
·      Mengetahui asuhan keperawatan halusinasi
·      Menganalisa film halusinasi

C.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan penulis yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam BAB ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUN TEORI
Dalam BAB ini berisikan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, jenis, tahapan dan proses penyembuhan halusinasi.
BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam BAB ini berisikan pengkajian, diagnosa keperawatan dan perencanaan keperawatan.
BAB IV ANALISA FILM
Dalam BAB ini berisikan analisa film yang telah kami lihat.
BAB V PENUTUP
Dalam BAB ini berisikan kesimpulan














BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh panca indra yang ada (Fortinash, 1995).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Sheila L Videbeck, 2000).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola rangsang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang tertentu (Towsend, 1998).
Halusinasi adalah terganggunya persepsi seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan (Varcolis, Carson, Shoemaker, 2006)
Dari keempat pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber dari luar yang meliputi semua system panca indra.
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membau bau-bauan tertentu padahal tidak sedang makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.
Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan skizofernia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien dengan skizofernia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar.


B.     Penyebab Halusinasi
Factor predisposisi:
1.      Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu mialnya rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2.      Factor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3.      Factor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofeon dan Dimentyranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidaksembangan acetycholin dan dopamine.
4.      Factor psikologis
tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5.      Factor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofernia cenderung mengalami skizofernia. Hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
Factor Prepitasi :
1.      Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang pengetahuan, tiak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan HEacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
a)      Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b)      Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa peintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut terhadap ketakutan tersebut.
c)      Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan implus yang menekan, namum merupakan usaha dari ego sendiri untuk malawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d)     Dimensi social
Klien mengalmai gangguan interaksi social dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasidi alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-oalah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebuthan akan interkasi social, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e)      Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejekinya, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

C.    Tanda Gejala Halusinasi
Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:
1.      Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.
2.      Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang tidak nyata.
3.      Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4.      Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.
5.      Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.

D.    Jenis Halusinasi
Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):
1.       Halusinasi Pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds)
Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.
2.       Halusinasi Penglihatan (Visual-seeing persons or things)
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau seseorang yang telah mati.
3.       Halusinasi Penciuman (Olfactory-smelling odors)
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan cerebrovaskuler.
4.       Halusinasi Sentuhan (Tactile-feeling bodily sensations)
Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.
5.       Halusinasi Pengecapan (Gustatory-expriencing tastes)
Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien.
6.       Cenesthic & Kinestetic hallucinations
Perasaan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya tidak adanya denyutan di otak, atau perasaan tubuhnya melaang di atas bumi.

E.     Tahapan Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari:
1.       Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.


2.       Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3.       Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4.       Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya













BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien. Karena mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain, membunuh, atau loncat jendela. Maka dari itu pengkajian pada klien halusinasi dilakukan dengan cara :
1.      Membina Hubungan Saling Percaya dengan Pasien
Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah membina hubungan saling percaya, sebagai berikut :
·         Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya: Assalamu’alaikum, selamat pagi/siang atau sesuai dengan konteks agama pasien.
·         Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan apa.
·         Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada paien tujuan kita merawat klien, aktivitas apa yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujua itu, kapan aktivitas akan dilaksanakan, dan berapa lama akan dilaksanakan aktivitas tersebut.
·         Bersikap empati yang ditunjukkan dengan: Mendengar keluhan paasien dengan penuh perhatian; Tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi pasien; Segera menolong pasien jika pasien membutuhkan perawat.’
2.      Mengkaji Data Objektif dan Subjektif
·         Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami pasien.
·         Data objektif dikaji perawat dengan cara mengobservasi perilaku pasien, memeriksa, mengukur, sedangkan data subjektif didapatkan dengan cara wawancara, curahan hati, ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang dirasakan dan didengar klien secara subjektif.

3.      Mengkaji Waktu, Frekuensi dan situasi Munculnya Halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
4.      Mengkaji Respons terhadap Halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien ketika halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan pada klien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan klien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi pada klien jika halusinasi timbul.
            Selain mengkaji mengenai halusinasinya perawat juga mengkaji factor predisposisi, perilaku, fisik dan status emosi.
a. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
      Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum,rasa aman., otonomi. & Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
            Komunikasi peran ganda ,  Tidak ada komunikasi & kehangatan,  Komunikasi dengan emosi berlebihan  Komunikasi tertutup , Orang tua yang membandingkan anak – anaknya
3. Faktor sosial budaya
            Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
            Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5. Faktor biologis
            Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
6. Faktor genetik
            Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
b. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
1.      Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2.      Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)
3.      Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti :
nutrisi kuran
g, kurang tidur, kelelahan, obat-obatan system syaraf pusat, lingkungan yang memusuhi, kehilangan kebebasan hidup, kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, ketidakmampuan mendapat pekerjaan,harga diri rendah, putus asa, kehilangan kendali diri, perilaku agresif, dll.
c. Perilaku
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba 2 menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba 2 marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
d. Fisik
§  ADL àNutrisi tdk adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan,kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
§  Kebiasaan àBerhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
§   Riwayat kesehatan àSchizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
§  Fungsi sistim tubuh àPerubahan BB, hipertermia ,Neurologikal perubahan mood, disorientasi , Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
e. Status Emosi
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
f. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah: Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
B.     Diagnosa keperawatan
1.      Risiko tinggi perilaku kekerasan
2.      Perubahan  persepsi sensori halusinasi
3.      Isolasi sosial
4.      Harga diri rendah kronis

C.    Tindakan Keperawatan
§  Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
§  Melatih pasien mengontrol halusinasi dgn cara :
1.      Menghardik halusinasi.
Yaitu upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Tahapan tindakan meliputi :
ü  Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
ü  Memperagakan cara menghardik.
ü  Meminta pasien memperagakan ulang
ü  Memantau penerapan cara ini, menguatkan prilaku pasien
ü  Bercakap-cakap dengan orang lain.
ü  Melakukan aktifitas yang terjadwal.
ü  Menggunakan obat secara teratur
2.      Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
3.      Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan diri dengan membimbing klien membuat jadwal yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang yang seringkali mencetuskan halusinasi. Tahapan intervensinya sebagai berikut :
ü  Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
ü  Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
ü  Melatih pasien melakukan aktivitas
ü  Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari
ü  Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan
4.      Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai program. Klien yang mengalami putus obat seringkali mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit.  Tahapan intervensinya sebagai berikut :
ü  Jelaskan pentingnya penggunaan obat
ü  Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
ü  Jelaskan akibat bila putus obat
ü  Jelaskan cara mendapatkan obat
ü  Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
5.      Pemberian psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala skizofernia biasanya diatas dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain : haloperidol. Haldol, serenance, dan chlorpromazine.
6.      Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obat psikotik seperti : mangantuk, tremor, kaku otot, otot bahu tertarik sebelah, hipersalivasi. Biasanya dokter memberikan obat untuk mengatasinya dengan obat anti parkinsone yaitu Trihexyphenidile.
7.      Melibatkan keluarga dalam tindakan
Di antara penyebab kambuh yang paling sering adalah factor keluarga dan klien itu sendiri. Keluarga adalah support system terdekat. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh mengikuti pengobatan. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga, informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi :
ü  Pengertian halusinasi
ü  Jenis halusinasi yang dialami pasien
ü  Tanda dan gejala halusinasi
ü  Proses terjadinya halusinasi
ü  Cara merawat pasien halusinasi
ü  Cara berkomunikasi
ü  Pengaruh pengobatan dan tata cara pemberian obat
ü  Pemberian aktivitas kepada klien
ü  Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau
ü  Pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan klien



BAB IV
ANALISA FILM
Seorang lelaki bernama  John Nash, dia merupakan seorang mahasiswa yang sangat pintar. Dia mengalami halusinasi jenis pendengaran dan penglihatan. Karena Nash sangat pintar sehingga ia sering melakukan kegiatan yang menurut orang lain aneh sehingga ia mengalami isolasi sosial, ia juga memiliki obsesi yang sangat tinggi, sehingga ia mengalami halusinasi.
            Pada tahap pertama halusinasi muncul ketika ia sedang menulis rumus-rumus dikaca sendirian dalam halusinasinya ia mendapatkan seorang teman satu kamar yang bernama Charli. Namun ia dapat mengontrol dan mengenal pikirannya.
            Sampai suatu saat ia berhasil menjadi seorang professor Pada tahap kedua, halusinasi datang dari dari orang lain, yaitu halusinasi datang dari seorang gadis yang pernah menamparnya. Dan juga halusinasi akan kebersamaannya bersama charli yang tidak bisa ia control.
            Pada tahap ketiga ia mulai  senang dan merasa aman bersama Charli karena Charli bisa mengerti perasaannya dan selalu mendukungnya. Dalam halusinasinya ia bekerja sebagai agen rahasia sebuah intelegent, ia bertemu wiliam yang merupakan anggota intelegent tersebut. Ia bekerja sebagai pemecah kode-kode rahasia. Ia mulai senang dan menikmati halusinasinya tersebut. Sampai ia tidak bisa membedakan halusinasi dan realitas.
Pada tahap keempat halusinasinya mulai mengancam, wiliam menyuruh ia meninggalkan istrinya, meyakinkan ia bahwa ia bekerja disebuah agen rahasia. Sampai suatu hari wiliam ingin membunuh istrinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan dan karena halusinasinya ia hampir membunuh anaknya.
            Orang lain mulai mengetahui bahwa nash mengalami halusinasi pada tahap ketiga. Nash dibawa ke psikiatri, ia diyakinkan bahwa charli, wiliam dan pekerjaanya sebagai agen rahsia itu hanya halsinasinya. Nash menyangkal, ia ingin membuktikan bahwa ia benar-benar seorang agen rahasia sehingga untuk membuktikannya ia menyakiti dirinya. Di rumah sakit jiwa ia mendapatkan pengobatan ECT dan obat-obatan, namum obatnya jarang ia minum sehingga halusinasinya muncul kembali. Akhirnya istrinya yang selalu mendukung dan meyakinkan bahwa itu semua halusinasi. Ia mulai menjauhi dan menghardik halusinasi tersebut. Dan mulai percaya bahwa wiliam dan charli itu halusinasi ketika ia sudah semakin tua.
            Halusinasinya tidak hilang sampai ia tua, tetapi dia dapat mengontrol dirinya untuk melawan halusinasi tersebut. Sampai akhirnya impiannya menjadi kenyataan yaitu mendapat nobel. 













BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber dari luar yang meliputi semua system panca indra.
Factor predisposisi penyebab halusinasi seperti factor perkembangan, sosialcultural, biokimia, psikologis, genetic dan pola asuh. Sedangkan factor prepitasi dilihat dari perilaku dari segi dimensi fisik, emosional, intelektual, social dan spiritual.
Tipe halusinasi ada beberapa macam yaitu halusinasi dengar, halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi perabaan, halusinasi pengecapan dan halusinasi kinestik. Sedangkan tahap terjadinya halusinasi terdiri dari empat fase.
Tindakan dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah membina hubungan saling percaya, mengkaji data objektif dan subjektif, mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi dan mengkaji respons terhadap halusinasi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien halusinasi seperti membantu klien mengenali halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap, melatih beraktivitas, melatih menggunakan obat secara teratur dan melibatkan keluarga dalam tindakan.










DAFTAR PUSTAKA

http://jovandc.multiply.com/journal/item/35/HALUSINASI, 20 Maret 2010 20:10

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar